Pemulihan demokrasi setelah pandemi Covid-19 menjadi perhatian serius dalam Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara atau APHTN-HAN. Forum tersebut diharapkan memberikan rekomendasi untuk perbaikan tata kelola pemerintahan dan demokrasi. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) berkerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menggelar agenda strategis nasional, yaitu rapat kerja nasional (rakernas), simposium, dan konferensi nasional dengan tema besar “Dinamika Negara Hukum Demokratis Pasca-Perubahan UUD 1945” yang diselenggarakan di Bali. Kamis (19/05/2022)
Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan Dr. Yahya Ahmad Zein, S.H., MH., menjadi salah satu pemateri dalam konfrensi Nasional Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (KNHTN-HAN) di Bali 19-21 mei 2022 ,yang sebelum konfrensi di lakukan simposium HTN-HAN di hadiri Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD bersama Menkumham Yasonna H Laoly, secara langsung di Bali.
Dalam Konferensi HTN-HAN tersebut khusua di panel 1 , Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan Dr.Yahya Ahmad Zein.SH.MH. menjelaskan soal URGENSI MENGHADIRKAN GBHN/PPHN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA DI ERA KEKINIAN, lebih lanjut dalam paper tersebut di jelaskan soal ketentuan GBHN yang Dalam Perspektif Sejarah Adalah Instrumen Konstitusional Bagi MPR Untuk Mengawasi Kinerja Presiden, Sehingga Konsep GBHN Diadopsi Pada Era Orde Baru Sebagai Bagian Dari Bangunan Sistem Ketatanegaraan Yang Memahami Kedudukan Presiden Sebagai Mandataris MPR, dan pada saat itu Konstitusi kita UUD 1945 menyatakan Presiden Dipilih Oleh MPR Dan Harus Menjalankan Mandat Dari MPR, sementara pada saat ini Konsep itu tentu saja perlu di perhatikan asfek bahwa Presiden di pilih langsung oleh rakyat . selain itu dalam kontek saat ini perlu juga di perhatikan dalam Pelaksanaan GBHN/PPHN Apakah akan Berimplikasi Pada Hubungan Yang Tidak Egaliter Antara Presiden Dan MPR Terkait Pelaksanaan GBHN/PPHM Tersebut, dan perlu di perhatikan implikasinya dalam Mengganggu Mekanisme Check and Balance. Dalam konteks Ketatanegaraan Indonesia saat ini Mekanisme Untuk Mengawal keseimbangan Jalannya Pembangunan Yang Terencana Dan Terintegrasi Dengan Meletakkan Pelaksanaan RPJPN & RPJMN dalam UU Sudah Cukup memadai karena Proses Penyusunan Dan Pengawasan UU tersebut tentu Lebih Demokratis Karena Melibatkan Pemerintah, DPR, DPD, serta Publik Dalam Posisi Yang Setara. Dalam pemaparannya juga Dr.Yahya merekomendasikan; hendaknya urgensi menghidupkan GBHN/PPHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini perlu di diskusikan lebih mendalam agar pemahaman terhadap beberapa asfek lain menyangkut Bentuk Hukumnya, Kedudukannya serta bebebrapa asfek penting lainnya dpt di perjelas. #(HMS/AR/BMG).
saya mau mendaftar
Dalam pemaparannya juga Dr.Yahya merekomendasikan; hendaknya urgensi menghidupkan GBHN/PPHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini perlu di diskusikan lebih mendalam agar pemahaman terhadap beberapa asfek lain menyangkut Bentuk Hukumnya